sudah, resign saja...

Dealing with Stress in College/Work.

Baru tiga hari gue resign dari kerjaan. Gerakan yang cukup nekat gue lakukan dikala gue sedang membutuhkan penghasilan supaya tidak lagi meminta dan menadah dari orang tua. Dari sekian pendapat dan pertimbangan tentang itu, lahirlah satu pertanyaan: kok nekat, Far? 

Sebetulnya kalau dibilang nekat, ya nekat. Pertama, gue baru aja kerja empat bulan. Kedua, gue baru aja memasuki posisi 'nyaman' di kerjaan itu sendiri. Ketiga, kalau gue resign, gue harus membayar denda penalty sekitar dua juta sebagai sanksi. Tapi, ketiga pertimbangan itu semua betul-betul gue kesampingkan karena ulah... well, ulah gue dan kerjaan dan atasan sendiri. 

Gak etis kalau gue membicarakan ulah itu sendiri. Entah dari gue, dari kerjaannya, ataupun atasan sendiri. Banyak yang bilang kalau dalam empat bulan itu masih terhitung waktu untuk kita adjust sama kerjaan kita. Banyak juga yang bilang kalau empat bulan dalam bekerja itu waktunya untuk penebalan mental. Maksudnya gini, kita harus terima ups and downs nya kerjaan itu sendiri, yang biasanya terdiri dari teman-teman di kantor/lingkungan kerja, perjuangan kerja, ataupun sikap toleransi/haga-menghargai dari atasan ke kita. Jujur, ketiga hal itu memang gue dapati dan menurut gue segalanya biasa aja. Gue pun gak ada masalah apapun dengan teman-teman di kantor. Hanya saja, untuk beberapa faktor, hal itu gak terjadi diantara gue dan atasan gue sendiri. 

Sekarang gini, kalau gue clash dengan sesama karyawan, mungkin atasan bisa menengahi dengan objektif. Tapi, kalau gue clash dengan atasan sendiri, pastinya yang bisa menengahi adalah atasan atasannya. Lalu omongan siapa yang akan lebih didengar? Omongan gue yang masih empat bulan kerja kah, atau atasan gue sendiri yang lebih punya leluasa? Kecuali ada hal-hal lain yang bisa jadi pertimbangan lebih, mungkin bisa saja.

“Employees who believe that management is concerned about them as a whole person – not just an employee – are more productive, more satisfied, more fulfilled. Satisfied employees mean satisfied customers, which leads to profitability.” – Anne M. Mulcahy

Betul banget sama yang dibilang sama Kak Anne, kalau kita sebagai employee dianggap bukan hanya sebagai pekerja, tapi satu paket khusus (dimana didalamnya ada rasa harga-menghargai satu sama lain), pasti dalam bekerja bisa berkontribusi lebih yang mana bisa lebih mendatangkan profit. Tujuannya apa sih? Supaya ada rasa nyaman di kerjaan, rasa terpuaskan, jadi seberat apapun kerjaan yang dikasih, pasti si employee mau mengerjakannya, bukan ngeles untuk tidak bekerja. 
Hus. Sepertinya gue ngawur. Baru saja kerja empat bulan, tapi sudah ngoceh sok tahu tentang nyaman/enggak nyaman dalam bekerja. 

Tapi yang perlu gue tekankan disini adalah, jangan pernah bekerja dimana lo justru ngerasa diri lo gak berguna. Lo di hire untuk bekerja pasti karena dengan alasan si perusahaan itu sedang cari orang yang bisa digunain sesuai dengan lowongan yang ada. Lho, kalau di case gue, beda lagi. Gue daftar jadi apa -- di hire jadi apa. Begitu di hire dan mau coba belajar untuk pekerjaan yang satu itu, support moril yang gue dapatkan pun belum cukup terasa. Tapi hari demi hari gue lakukan dengan usaha, belajar, mau membuka pikiran lagi, tapi nyatanya... ada saja segelintir orang yang belum bisa menganggap eksistensi gue di perusahaan itu sebagai something serious and useful. Gak ada yang lebih menyakitkan daripada dianggap seperti itu. Ibaratnya ada/gak ada kita pun sama aja, gak ada efek signifikan apa-apa.

Lalu apa yang gue dapat? Pengalaman, yes. Tambah jaringan teman, yes. Tapi bukan itu maksud gue. Terkadang untuk membuat seseorang untuk merasa dibutuhkan itu penting sekali, apalagi dalam pekerjaan. Namun jika poin itu gak bisa didapatkan? Ya sudah, resign saja. Daripada membuang waktu untuk menyesal dan akhirnya gak berkembang, ya mending resign saja. Bahagia gak ada, tekanan penuh, dan sejujurnya secara finansialpun kurang mendukung juga. 

Makanya... gue nekat untuk mengambil langkah itu. Bukannya terlalu pesimis dalam kerjaan tapi untuk sadar diri lebih awal itu lebih baik. Mungkin ada banyak pelajaran yang gue ambil dari pekerjaan di perusahaan yang kemarin, tapi masih banyak lagi jalan didepan yang seharusnya bisa gue tempuh, sesuai dengan kemampuan gue, untuk perkembangan gue sendiri kedepannya seperti apa. 

"Love yourself first, then you can love another. A job, for example."

x, F.

Posting Komentar

0 Komentar