The Odds of Being the "Ugly" Friend


Kali ini, gue akan nulis tentang enak dan gak enaknya menjadi seorang teman yang tidak cantik, atau dengan bahasa sopannya, cewek jelek.

   Sebetulnya, jika kita telaah tentang pintar atau enggaknya kita, feminim atau enggaknya kita, atau mungkin berprestasi atau enggaknya kita, itu semua akan kalah jauh dengan cantik atau enggaknya kita. Memang, kecantikan itu berasal dari hati dan dalam diri, bukan dari tebalnya makeup sampai buat orang terpana. Tapi, yang namanya manusia? Semuanya pun dinilai dari fisik. Dan, yang namanya perasaan "Aku kan biasa aja. Aku kan gak cantik kayak dia" kadang suka mampir ke dalam diri ini. Bukannya gak percaya diri, tapi namanya manusia? Pasti pernah merasa begitu.

   Seperti beberapa pekan lalu ketika gue lagi down banget, ngerasa jika penampilan gue sudah berubah total sejak gue agak gemukan. Pikiran suicidal itu gak pernah pergi dari otak, selalu membayang-bayangi pikrian gue. Memang, gue selalu tertawa dan bercanda jika disekeliling teman. Tapi kalau sudah dirumah, sendiri, dan sepi, mulailah muncul suicidal thoughts itu. Bukannya apa-apa, sih. Maklum, gue tinggal dilingkungan yang ibaratnya "Kalo lo gak cantik, mati aja lo. Gak akan ada yang mau care sama lo". Jadi... melihat perubahan yang gue alami, gue sempat stress. Banyak teman-teman yang malah menasihati, "Ya sudah lah, percaya diri aja." Tapi, menurut gue, nasihat itu sudah basi dan memang gak ada cara lain untuk bisa menghilangkan suicidal thoughts itu sendiri.

   Beralih ke cerita lain.

   Dalam sebuah pertemanan, biasanya yang kita tahu yang satu cantik, yang satu biasa aja. Yang satu banyak yang suka karena 'cantik dan menarik' tapi yang satu banyak yang suka karena 'prestasi dan biasa aja'. Mereka lebih bisa melengkapi satu sama lain. Yang satu selalu cerita "Kemarin ada yang ngejar-ngejar gue, tapi paling gue sih biasa aja, ya." dan yang satu selalu memendam "Kapan gue bisa kayak dia? Gue juga mau kayak gitu. Tapi? Ah, sudah lah, ini kan karena gue juga yang gak secantik dia." Dan akhirnya si teman yang biasa aja pun galau bahkan down. Bukannya baper, tapi caper. Caper karena gak ada yang bisa kasih perhatian ke dia. Lalu balik lagi ke suicidal thoughts. And it continually happens..

   Sebetulnya, kita semua pernah gak sih ngerasa gimana rasanya jadi si cewek biasa itu? Cewek yang selalu sabar dan gak peduli. Bahkan, untuk gak peduli aja sudah lelah. Apa lagi untuk baper? Rasanya sudah kebal. Mau merubah segalanya tapi terkesan sia-sia. Mau bicara tapi gak tau lagi harus sama siapa. Mau nangis pun untuk apa. Mau jealous? Apa kata orang. Mau percaya diri? Memang masih berguna? Intinya, rasanya jadi cewek biasa itu gak enak. Harus baper disaat orang bilang "jangan baper lah", harus sabar dan menerima keadaan yang ada. Mau tanya Tuhan, tapi jalannya memang sudah tertuliskan begitu. Serba salah, kan? Memang, it's really never nice.

   Suka duka pasti selalu ada dalam persahabatan. Untuk rasa jealous juga pasti ada. Bagi yang tahan dan sabar, pasti bisa. Tapi bagi manusia macam gue? Gak yakin bisa. Secara, gue bukan cewek seperti itu. Ada saatnya gue kecewa dengan keadaan, dan ada saatnya justru bersyukur dengan keadaan. Tapi.. ya namanya juga hidup, pasti ada kisah pahitnya kok. Itu semua tergantung dengan bagaimana kita menyikapinya. 

Posting Komentar

0 Komentar