Cannibal's Love: Claire.



   Sudah setengah jam yang lalu Claire menunggu Ronnie untuk menjemputnya di halte depan kampus. Ia merasa kesal seketika karena Ronnie telat memberi kabar jika Ia akan telat menjemput Claire. Ditambah lagi, hujan yang dari tadi turun membuat dirinya semakin kesal. Ia terus bergumam dalam hati dan berjanji, jika Ronnie sampai nanti, Ia akan memarahinya. Pasalnya, Ronnie memang selalu seperti itu. Telat memberi kabar dan telat menjemput.
   Berkali-kali Ia melihat jam di tangannya. Sembari memegang beberapa buku yang baru saja dipinjamnya di perpustakaan, Ia terlihat mondar-mandir kegelisahan. Hujan belum reda, dan langit malam sudah mulai nampak diatas kepalanya. Ia makin gelisah, ketika ada seseorang pria yang datang menghampirinya.

   "Kau terlihat gelisah," Ucap si Pria itu.

   Claire tidak menjawab, Ia hanya memberikan senyum simpulnya saja.

   "Aku Frank." Jawabnya. Ia hanya mencoba untuk sopan.

   Belum sempat Claire menjawab, Ronnie sudah duluan sampai. Ia hanya memberikan senyumnya lagi sembari membanting buku-buku yang Ia pegang ke dalam jok belakang mobilnya.

   "Lain kali, instead of being late, kenapa gak usah bilang saja jika kau akan telat menjemput? Setidaknya aku akan pulang dengan bus kampus." Emosi Claire pecah begitu saja.
     "Maaf, tadi Jhonny..."
   "Jhonny ketiduran dirumah dan harus menunggunya bangun." Claire melanjutkan. Kalimat itu sudah tidak asing lagi di telinga Claire. Ronnie dan pacarnya, Jhonny, memang terkadang menjengkelkan.
   "Maaf ya, Claire. Maaf." Hanya itu yang bisa diucapkan oleh Ronnie.
   "Kau tidak tahu bagaimana aku panik ketika ada seorang pria menghampiriku? Di halte sepi, hanya ada aku dan dia. Kau tidak ingin kan, jika aku akan menjadi korban mutilasi dia?" Claire masih menggumam kesal.
   "Mungkin itu jodohmu.."
   "RONNIE!!" Claire memukul Ronnie yang sedang menyupir dengan bantal boneka kesukaannya. "Awas kau ya!!"

   Mereka tertawa.

   Disatu sisi lain, Claire memang seorang yang introvert, tapi Ia bisa menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan disekelilingnya. Masalah teman, Claire bukan tipe seseorang yang mempunyai teman gang yang kapan saja bisa berkumpul dan berpesta. Menurutnya, itu merupakan tindakan yang menghabis-habiskan uang dan waktu. Lebih baik membaca buku atau mungkin bereksperimen dengan seluruh isi kulkas di dapurnya.
 
***

   Keesokan harinya, ketika Ia sedang menikmati frappe dingin nonfat di Benny's (salah satu cafe yang selalu ramai ketika siang hari di daerah kampusnya), Ia melihat seseorang dengan rambut berwarna cokelat tua dan bermata biru, lengkap dengan kemeja putih garis-garis dan celana panjang. Jika dilihat, pria ini tidak seperti pria-pria yang lainnya. Ia terlihat sopan, lengkap dengan kacamata ber-frame hitam pekat. Claire menjadi penasaran dan sedikit ingin tahu tentangnya.

   "Kau tahu siapa yang duduk sendiri di sebelah sana?" Dengan rasa penasarannya yang tinggi, Ia bahkan tidak sering seperti ini.
   "Aku baru saja melihatnya sekarang. Dia bukan anak populer di kampus ini." Jawab Dyna.
   "Itu lah mengapa aku menjadi penasaran." Jawab Claire sembari menatap pria itu tanpa kedip.

   Berhari-hari Ia berharap untuk bertemu dengannya, meskipun hanya sekali lagi. Claire pun bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya. Ia penasaran dengan seseorang yang berpenampilan aneh namun sopan dan tidak sering dijumpai di daerah kampus. Ingin bertanya dia siapa pun Claire bingung. Claire tidak seperti biasanya begini. Ia merasa kesal, namun Ia sangat menikmati rasa penasarannya itu.

   Hingga suatu saat...

   Pukul lima sore, Claire memutuskan untuk pergi ke Benny's karena hujan yang turun lagi. Sembari menghirup hot chocolate, Ia membaca buku referensi yang diberikan oleh dosen literature-nya. Ia tidak memperhatikan sekitarnya, Ia terus fokus pada bagian-bagian tertentu di dalam buku itu. Tiba-tiba saja, seorang pria yang selama ini Ia cari, duduk di hadapannya. Claire belum sadar sebelum si pria itu menundukkan kepalanya dan berkata, "Maaf, saya Austin, boleh saya duduk disini?" karena terkejut, Claire memuncratkan hot chocolate yang baru saja Ia seruput ke baju pria itu.

   "Maaf, aku tidak sengaja." Ucapnya merendah, sembari mengelap baju pria itu.
  "Oh, no worries. Salah aku juga yang tiba-tiba langsung mengejutkanmu." Ucap pria itu sembari tersenyum.

    Tatapannya melemahkan saraf dan sendi Claire. Ia merasa jika baru saja bertemu dengan Tom Cruise.

   "So, who are you?" Tanya Claire tanpa basa-basi.
   "Duhner. Austin Duhner." Jawabnya. "You are Claire, right?"
   "How do you know that?" Ia memperlihatkan sisi jutek dan introvert-nya secara langsung.
   "Your book." Austin menunjukkan buku yang tertera namanya.

   Wajah Claire langsung memerah. Baru kali ini Ia menemukan seorang pria yang tingkah lakunya masih klasik. Menyapa secara tiba-tiba dan mencari tahu namanya lewat buku literature-nya. Claire terkesan.

 "I'm majoring in English Literature. I like literature." Ungkap Claire, seakan-akan ingin memperpanjang percakapan. "How about you?"
   "What about me?" Jawab Austin dengan cepat. "I'm at the surgical operation center. Not that far from here."
   "So you're not a student here?" Claire terkejut.
   "Ah, no I'm not. I'm a doctor. Surgical operation doctor. Very pleased to meet you."
   "Yeah, me too." Jawab Claire sembari menyeruput hot chocolate nya lagi sembari menatap Austin dengan ramah.

   Ternyata, percakapan yang terjadi di Benny's waktu itu berlanjut sampai dua minggu kedepan, sampai berhari-hari hingga Ia bertanya pada hatinya, hubungan apa yang terjadi dengan Austin. Terkadang Ia bisa dengan mudahnya tersenyum dan bernyanyi lepas, tekadang Ia bisa juga dengan mudahnya sedih yang keterlaluan. Ronnie sudah memperingatinya tentang masalah ini, tapi Claire masih saja lebih memilih untuk memendam perasaannya. Karena baginya, "Jatuh cinta pada pandangan pertama itu tidak mudah baginya. Claire seseorang yang introvert, mana mungkin Ia bisa melakukan itu kecuali untuk kali ini saja."
   Claire dibutakan oleh seseorang yang belum jelas asal-usulnya. Bagaikan disuntik ramuan cinta, Ia merasa jika Ia jatuh cinta pada seseorang yang tepat. Ia memang harus mengakui hal ini sebelum Austin pergi dengan yang lain. Rasa yang Ia punya bukanlah hal yang biasa lagi, melainkan rasa obsesi yang besar dan menginginkan Austin dengan segera. Ia takut akan perasaan yang tidak normal ini, tapi apa yang harus Ia lakukan?
   
***

   "Tidak, aku memimpikan Austin untuk yang ketiga kalinya hari ini." Claire terbangun dari tidurnya. Dalam mimpinya, Austin datang dan memberinya bunga mawar merah. Untuk sesaat Ia merasa senang sebelum duri dari bunga tersebut mengenai tangannya. Ia menangis, dan berlari mengejar Austin, tapi Austin malah pergi menghilang. 
   Siang itu juga, Claire langsung bergeregas untuk pergi mencari Austin. Ia pergi ke Benny's hanya untuk duduk dan melihat-lihat, apakah Austin akan datang atau tidak. Tapi sebelumnya, Ia tidak memberi tahu Austin jika Ia sedang menunggunya di Benny's. Ia hanya ingin melihat, apakah Austin disana bersama dengan yang lain, atau malah Austin tidak ada disana. 

   .... 5 menit awal, Austin belum datang.

   .... 10 menit kedepan, Austin belum terlihat.

   ..... 15 menit kedepan, Austin memang belum terlihat.

   ..... 35 menit Ia menunggu Austin, ternyata harapannya bukan lagi harapan kosong. Austin datang dengan kemeja biru dongker dan jalan sempoyongan. Ia terlihat seperti sedang mabuk. Dengan refleks, Claire datang menghampirinya dan membantunya untuk duduk. 

   "Kau kenapa?" Claire khawatir.
   "Aku.. aku.. aku hanya ingin... ppu..pulang." Jawab Austin tidak fokus. 
   "Tell me your address and we can go now." Claire meletakkan tangannya di pundak Austin.
   Austin tidak mengelak, Ia malah mengambil dan mengelus tangan Claire. "I'll take you. There." Lalu Ia tersenyum lepas.

   Dalam perjalan, Claire merasa deg-degan. Jantung yang semulanya normal-normal saja, sekarang malah berdegub kencang. Ini baru pertama kalinya bagi Claire untuk membawa seorang pria pergi. Apalagi, mereka akan singgah di rumah Austin. Ia rela melakukan semua itu karena Ia mempunyai rasa obsesi yang besar untuk bersama dengan Austin. Jika dilihat secara fisik, Austin merupakan seorang pria yang tampan. Hidungnya mancung, bibirnya terbelah. Badannya terlihat tegap dan atletis. Itu lah yang membuat Claire tergiur untuk mendapatkan Austin.

   "Jadi ini rumah mu?" Claire melihat sana-sini seraya memasuki rumah Austin.
  "Yup." Austin melemparkan dirinya ke sofa. "Claire, I guess I want to take a bath. Would you wait?" 

   Claire hanya mengangguk. Tapi, sembari Ia menunggu Austin yang sedang mandi, Ia pergi melihat-lihat foto-foto Austin. Ia melihat kesana-kemari hingga Ia menemukan suatu hal yang janggal. Ia melihat sebuah lemari yang penuh dengan pajangan tengkorak kepala manusia. Sebagian di cat, sebagian lagi memang berwarna gading. 

   Claire mulai merinding. 

   Semakin liar matanya, semakin takut Claire. Ia ingin sekali membuka lemari yang berwarna cokelat tua itu. Bukan hanya pajangan tengkorak, tapi juga bercak-bercak darah yang menempel di dinding dekat dapurnya. 
   Kali ini Claire memang kaku. Ia ketakutan setengah mati ketika Ia baru saja ingin membuka kulkas, tapi Austin langsung muncul dari belakang. Ia langsung memeluk Claire dari belakang dan menutup kulkas itu secara paksa. Merasa Austin lah pria yang baru pertama kali memperlakukannya seperti ini, Claire malah terbawa suasana. Ia malah berbalik arah, menatap Austin, lalu menciumnya. 

   "What the hell are you doing here?" 

    Tapi, keadan romantis itu berubah seratus persen ketika George, pasangan gay Austin datang lalu membentak Claire dan Austin dengan berbagaimacam kata-kata kotor. 

   "I just thought you are beautiful and now you're playing with her? Oh gross." Dilihat dari tatapannya, Austin terlihat marah dan langsung mencekik George langsung di depan Claire. 

   "No, No, Austin, Please!!" George memohon agar Austin melepaskan cekikannya.

   "Austin, stop it." Claire langsung menghampiri Austin lalu memegang pundaknya. "Austin, please." Ucap Claire untuk yang kedua kalinya. Austin malah melempar Claire hingga kepalanya membentur kaki meja. Dalam setengah sadar, Claire meraih telepon genggam miliknya dan ingin menelpon polisi. Tapi, telepon genggam yang berada di tangannya terhempas jauh karena Austin menendangnya dengan tiba-tiba.

   Keadaan yang semulanya romantis, menjadi sebuah trauma dan tragedi terbesar dalam hidup Claire.
Ia melihat pria yang Ia cintainya mencekik seseorang dan lalu membunuhnya. Tubuh George langsung kaku dengan mata yang terbelalak. Claire takut. Ia mencoba berdiri lalu ingin pergi, namun Austin meraih tangannya lalu menciumnya. Dalam keadaan nangis dan setengah sadar, Claire malah memeluk Austin dengan pasrah. 

   "Austin, please. If you want to kill me, just kill me. Stab me. But don't do this to me. Don't take my palms and kiss them. Just don't." Claire mengungkapkan rasa takutnya dengan air mata ketakutan yang mengalir dari mata kecokelatannya.
   "No, Claire. No, I won't." Austin lalu mencium kening Claire. Sejujurnya, ada perasaan jika Austin ingin sekali tidur dengan Claire. "Please, stay." 
   "YOU ARE F*CKING SICK, AUSTIN!" Claire berteriak. Ia menghancurkan rasa sayangnya dengan tiba-tiba. 
   "I am sick, and you know it. I'm a gay, and you know it. I'm a psycho, and you should've known it. Why would a sweet girl like you falling in love with a beast like me? WHY?" Nada bicara Austin berubah, dari yang semulanya pelan, hingga tinggi. 
   "I won't tell anyone, Austin. I love you." Dengan darah yang masih bercucuran, Claire memeluk Austin dan seolah-olah mengerti Austin luar-dalam. 
   "I'm sick, Claire. I'm just sick. I kill people. I like men. I always lose someone I love. Just go away!" 
   "I just... love you. I don't know why."
   "You shouldn't like a guy like me. I'm just a sucker."
   "But to me, you're beautiful, Austin. I like it when you text me back fastly. I like it when you wore the eye-glasses. I like it when you're talking to me. I like it all, I don't know why. I don't care you're sick or no, I'm in love with you and please, just this time, be with me." 

   Austin terdiam. Ia malah bangun dari tempat duduknya lalu mengenyahkan mentah-mentah perkataan yang baru saja dilontarkan oleh Claire. Ia malah mengambil kain besar lalu membalut tubuh George yang terbaring kaku. Tapi, di dalam hatinya, Ia tidak tahu, apakah Ia jatuh cinta terhadap Claire atau tidak. Ia masih ragu-ragu. 

   "Austin," Panggil Claire.
   Austin menengok perlahan, "Yeah?" 
   "Kiss me." 
   Tanpa basa-basi lagi, Austin langsung berbalik arah lalu mencium Claire dengan penuh perasaan. Baru kali ini Ia merasa jatuh cinta seperti orang-orang yang jatuh cinta pada umumnya. Ia membelai rambut Claire lalu bercinta dengannya. Dan, baru kali ini pula, Ia merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta pada seseorang yang lebih mencintainya. 

   "Austin..." Panggil Claire sembari tersenyum. 
  Tangan Austin terlihat sedang sibuk mencari sesuatu dibalik selimutnya. Dengan kerasnya, Ia menghempaskan sebuah pisau yang sangat tajam langsung ke perut Claire. 
   "Asutin...." Dengan suara yang lemah, Ia masih sempat memanggil nama Austin, sebelum dirinya terbunuh. 
   
   Derah segar langsung membasahi seluruh kasurnya. Bagaikan terbangun dari lamunannya, Austin langsung bangun dan berteriak kencang sembari menangis, "CLAIREEE..... YOU'RE MY CLAIREE..." 

Claire.

(Farrah's copyright)
 

Posting Komentar

0 Komentar