Well, akhir-akhir ini memang dikejutkan oleh banyak hal. Pertama, dunia digemparkan oleh Dijah Yellow, seorang cewek yang super norak dengan postingan "Hi, My name is Dijah. Dijah Yellow. Thank You." Lalu cewek itu dengan muka yang sumringah melambaikan tangan dan hilang begitu saja. Entah apa yang terjadi dengannya, sampe kayaknya dia ngehits banget. Gue cuma doain, dimana pun dia berada, semoga diselamatkan oleh Tuhan YME dari kejaran massa.
Liburan kemarin gue pergi ke Medan bareng temen gue, si Hafni. Awalnya cuma mau liburan iseng-iseng aja nginep di rumah tante, eh akhirnya malah explore kota Medan. Ya sebenarnya gak benar-benar yang 'explore' banget, sih. Lebih banyak main ke mall-nya, kebanding tempat-tempat outdoor-nya. Karena mungkin kangen sama wangi mall sama pop corn XXI kali, ya. Ngomong-ngomong masalah XXI, gue jadi kangen sama.. seseorang... tapi sudah lah ya. Intinya, di Medan gue dapat pengalaman baru, cicip rasa kuliner baru (mie soup Medan), dan juga melepas kerinduan dengan mall. Had so much fun there!
Kayaknya gak nyambung ya semisalnya gue nulis tentang liburan di Medan, sedangkan judul yang gue angkat kali ini adalah "Jika Dia Tanya, Aku Sudah Pergi."
Anyway, gue gak galau, kok. Judul itu bukan tentang kegalauan, kok.
Gue ngerasa akhir-akhir ini gue mendapatkan banyak pengalaman dalam hidup. Mulai dari yang awalnya move on (tapi endingnya tetep gak bisa move on), terkejut kena musibah (nyokap kecelakaan), pergi ke Bandung sendirian (bingung mau bilang ala-ala backpacker atau memang jones), pergi ke Kalimantan (akhirnya kesampaian nyebrangin sungai mahakam yang isinya buaya semua 'katanya'), punya mantan pacar (yang katanya sih pacaran, tapi cuma sebulan), kembali manis dengan yang dulu (bosan cerita tentang ini), pergi ke Medan (seperti apa yang gue ceritakan sebelumnya), dan yang terakhir tapi bukan akhir dari segalanya, jadi penyiar radio (ya meskipun hanya beberapa jam, tapi gue mau serius menekuni, deh). Fantastik, kan? Gue juga sebelumnya gak menyangka apa-apa, kok. Tapi semampunya, gue jalani semuanya dengan sebaik-baiknya.
Balik lagi ke judul, jika dia tanya, bilang, aku sudah pergi, yang terdengar agak sedikit galau. Sejujurnya gak niat untuk nulis tentang kegalauan apapun, sih. Tapi endingnya kayaknya gue harus nulis yang galau-galau lagi.
... Jadi gue banyak nanya sama siapa aja yang mau dengerin curhatan gue, some of them bilang at least gue harus bisa coba dan cari kepastian tentang hubungan ini dengan dia. Padahal, jangankan harus coba dan cari kepastian, untuk 'say hi' aja gengsinya minta ampun (dan ini setau gue memang penyakit terparah dari sebagian besar cewek). Okay, gue tidak melakukan keduanya. Gue hanya duduk, wondering mau sampai kapan hati gue resah, sampai pada akhirnya gue memutuskan untuk.. sabar aja lah ya, yakin, kalau sesuatu yang sudah ditakdirkan menjadi hak kita, Tuhan tidak akan biarkannya menjadi milik orang lain. Ya, intinya bosan dengan keadaan galau sendiri, rindu sendiri, lama-lama gila sendiri, gue pun move on.
Wait, move on? Sama siapa?
Bukannya lo jones, Far?
Hahaha ha ha hahahaha ha, sialan.
Gue gak bisa bilang move on sama siapa dan kenapa. Menurut gue, move on itu gak mesti ke orang lain, kok. Tapi lebih tepatnya sadar diri, stop dengan kegiatan memikirkan dia seharian sampai yang berlarut-larut, dan memperbanyak kegiatan dimana-mana sampai akhirnya kita bisa melupakan dia. Mungkin akhir-akhir ini gue sudah enjoy dengan kesendirian ini dan sudah terbiasa kayaknya. Memang, awalnya galau karena harus berpisah lagi, tapi sekarang sudah mulai enjoy dengan keadaan. Jadi, jika dia tanya, bilang saja gue sudah pergi. Mencari sesuatu yang baru dan lebih patut untuk diceritakan di blog selain dia. Gue gak bisa berbuat banyak, kok. Gue hanya bisa berdoa, disaat kita kita sudah tidak bertatapan bahkan bicara. Gue hanya bisa yakin, yakin jika dia milik gue, dia akan kembali dengan caranya sendiri. No matter how far we go, how hard we meet, how long it is, kalau dia memang tercipta untuk kita, dia akan kembali untuk kita juga. Gue hanya bisa ikhlas, ikhlas jika apa yang sudah gue lakukan semoga ada timbal-baliknya. Gue hanya bisa pasrah, pasrah untuk segalanya yang sudah gue yakin kan dan ikhlas kan. Pasrah dengan segalanya yang terbaik untuk gue dan dia. Dan yang terakhir, gue hanya bisa tegar. Tegar dengan keadaan yang seperti ini dan berharap yang tebaik untuk kita.
Karena faktanya, melihat keadaan yang seperti ini sejujurnya gue sedih. Gue gak bisa ngeliat dia dengan yang lain, tapi siapa gue? Siapa gue di mata dia? Gue hanya teman. Sebatas teman, tidak lebih. Banyak kisah antara kita yang memang tidak bisa gue lupakan begitu saja, sampai akhirnya begini. Ada bagian-bagian dari dalam dirinya yang sudah menyatu dengan diri gue, dan itu yang membuat gue selaluu terikat dan bertahan, meskipun gue tahu, gue ini bodoh jika selalu bertahan dengan orang yang mungkin 'salah' bagi gue. Banyak kata-kata yang sudah gue persiapkan untuk menceritakan segalanya, tapi sampai detik ini pun gue masih belum mau menyatakannya secara terang-terangan. Gue tahu, gue ini pengecut. Tapi apa boleh buat? Gue cuma takut akan rejection. Sebuah tindakan yang membuat gue takut sendiri, sehingga melukai hati sendiri.
Bahkan, suatu ketika, pernah ada kesempatan dimana gue duduk disebelah dia, gue melihat dia sepintas dan dia pun sedang melihat gue dengan sepintas saat itu juga. Gue membuka diary yang gue simpan dalam hape, yang memang sengaja gue tulis ketika gue rindu dengannya, lalu gue membacanya dengan meresapi setiap kata-kata yang gue buat sendiri. Gue berpikir, "Dia. Dia orang yang ada di diary ini. Orang yang namanya masih gue sebut sebelum gue tidur. Orang yang namanya tidak pernah absen dalam doa. Orang yang selama ini membuat gue tersenyum-murung-senang-sedih-bahagia. Orang yang selalu saja gue sebut-sebut didepan orang tua gue. Orang yang sangat sangat sangat spesial untuk gue. Dia sekarang berada disebelah lo, dan apa yang akan lo lakukan, Far? Hanya menatapnya dan tidak melakukan apapun? Di malam terakhir ini kalian bertemu? Pengecut."
Jadi, jika dia tanya, bilang, aku sudah pergi. Gak ada apapun yang tertinggal. Yang tertinggal hanyalah kenangan. Kenangan manis dan pahit yang bersatu, bercampur menjadi kenangan indah. Kenangan yang gak gak gak akan gue lupakan dengan mudah. Mungkin untuk saat ini gue mundur dengan alasan capek untuk berharap sendiri. Tapi... gue gak akan pernah tahu apa yang akan terjadi nantinya. Mungkin saja kita bertemu kembali, atau, bisa saja kita tidak akan pernah bertemu kembali and back, to be a strangers again?
... well, who knows?
- farrah
0 Komentar