Dia Tanpa Aku

Aku melihat sebuah diary berwarna biru diatas meja belajarku. Ku memandangi semua tulisan yang ada, ku cermati setiap langkah kata-kata yang sudah lama kurangkai. Namun, apakah ini semua akan hilang begitu saja tanpa kenangan? Aku bahkan sangat mencintai dirinya, meskipun kita berlatar beda. Aku sangat ingin menjalani hari-hariku bersamanya. Aku yakin, pasti “Ia” merasa seperti apa yang ku rasa.
Namaku Luna Mayasari. Aku berasal dari keluarga berkecukupan. Aku tinggal bersama Bapak, karena Ibu sudah tiada. Ibu sudah meninggalkanku, sejak aku berumur 4 tahun. Terkadang, aku rindu dengan kehadiran Ibu. Namun, apa boleh buat? Aku hanya anak sebatang kara dirumah ini. Bapak selalu bekerja dan aku tak tahu kapan Bapak akan pulang. Keadaan yang sangat memprihatinkan, menurutku.
Bel rumah berbunyi. Rupanya, Rangga, seorang yang ku sayangi, baru saja sampai depan rumah. Dengan jalan yang tergopoh-gopoh, aku membuka pintu rumahku. “Rangga!” panggilku.

Rangga tersenyum. “Kamu apa kabar, Luna? Aku rindu dengan kehadiranmu.” Jawab Rangga.
“Kabarku baik. Silahkan masuk.”

Seperti wanita yang haus akan kasih sayang, aku sangat bahagia ketika Rangga datang. Tapi.. mengingat penyakitku yang bertambah parah dan semakin parah, akau harus bagaimana lagi? Apa aku harus menyusul Ibu disana? Aku masih ingin hidup, meski keadaanku tidak normal. Aku ingin seperti gadis yang lainnya.
Rangga tersenyum dan membuatku terlena oleh senyumannya. Ia adalah orang yang ku sayang. Namun, apakah aku akan bisa menjadi istrinya jika keadaanku seperti ini? Tuhan, tolong izinkan aku bersamanya walau hanya sebentar. Jangan biarkan rasa tulus ini hilang dengan begitu saja.. Aku menyayanginya, Tuhan.

Posting Komentar

0 Komentar