Bagaikan menahan rasa sakit perut yang hebat...
Yang pada akhirnya melepaskan kenikmatan itu diatas jamban...
Ah, lega sekali!!!
Bagaikan gunung merapi yang siap meletus...
Yang pada akhirnya menyemburkan lava yang segar...
Ah, bebas sekali!!!
Bagaikan Ibu-ibu yang siap melahirkan...
Yang pada akhirnya melahirkan anaknya yang cantik di mbah dukun...
Ah, hebat sekali!!!
GUE LEGAAA!! LEGHAAAA!!!! GUE LEGAAA BEEEGGGOOOOO!!!!
Sepertinya cukup bagi gue, Prof. Dr. Ir. Farrah Bitch Fonna S.H. S.S. Mcd Delivery untuk berpuisi ria, meskipun gue tahu, itu sama sekali gak jelas. Apa hubungannya Ujian Nasional dengan 'menahan perut yang sakit','gunung merapi yang siap meletus', dan 'ibu-ibu yang siap ngelahirin'? Sangat gak jelas, tapi memang berkaitan. Pada intinya sama, gue lega banget.
Banyak pelajar-pelajar di Indonesia yang stress menyangkut Ujian Nasional itu. Angka kriminalitas tinggi. Angka bunuh-membunuh juga tinggi. Dan tentu saja, angka ketidakjujuran makin meningkat. Sebagai siswi yang baik dan cinta terhadap negeri Indonesia, sudah seharusnya gue berkata jika Ujian Nasional itu HARUS dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikeguruan dan prikesiswaan.
Let me tell you one thing: the presentation of dishonest is decreasing during the National Examination. Hal itu bisa saja terjadi mengingat bocoran yang siap bocor dimana-mana. 20 paket bukan sebagai penghalang supaya bocoran tidak ada. Gue bilang, bocoran tetap ada. Sekali lagi, bocoran itu tetap ada. Memang arti dari bocoran itu sendiri bervariasi. Ada yang bilang jika kita pakai bocoran, itu sama saja tidak jujur. Ada yang bilang jika bocoran itu pasti bohongan (tapi gak semuamya loh). Dan ada juga yang bilang jika bocoran itu sangat penting, karena tanpa bocoran, presentasi kita untuk lulus pun sedikit. Tapi, menurut gue bocoran itu memang hal yang sangat merusak moral bangsa karena kita sudah tidak jujur, tapi mau gimana lagi? Apa kita rela gak lulus hanya 'karena' UN?
Menjelang Ujian Nasional datang banyak orang yang bersusah-payah. Mereka berdo'a sesuai agamanya masing-masing. Mereka belajar. Mereka bekerja siang malam. Bahkan ketika gue nonton televisi, ada seorang anak yang tinggal di Depok (kalau gak salah) meminta Kyai/Ustad untuk menyerutkan pensilnya. WHAT THE? Kok lebay, yah? Memangnya jika pensil kita diserutkan oleh Kyai/Ustad, kita akan memilih jawaban yang tepat tanpa dulu menghitungnya? Oh, pikiran yang masih primitif.
Menjelang Ujian Nasional juga kita akan bisa melihat, seberapa besar kekompakan yang ada di kelas kita, atau di sekolah kita. Kita bisa melihat keegoisan dari teman-teman kita. Teman yang selama ini kita anggap baik and belong to us, belum tentu baik ketika Ujian Nasional itu sendiri datang. Baik dalam artian dia selalu ada buat lo curhat, dia yang selalu ada ketika lo sedih, dan dia yang selalu ada ketika lo gak ada (?). But, thanks juga untuk UN, karena itu semua gue jadi tahu siapa teman gue yang sebenarnya.
Dan ketika UNAS itu sendiri datang, banyak kekacauan dimana-mana. Ada mereka yang kecewa karena bocorannya salah. Ada mereka yang belum UNAS karena soalnya belum sampai hingga diundur. Ada mereka yang stress hingga akhirnya blank ketika mengerjakan soal-soalnya. Bahkan saking stressnya, ketika Ia berjalan Ia selalu menatap kawan-kawannya sambi berkata, "Minggir lu! Gue bunuh lu!" dengan tatapan kosong dan suara menantang.
Sebenarnya ini salah siapa, sih?
Tidak ada yang salah. Sebenarnya UNAS itu akan berjalan lancar ketika antara pelajar, guru, dan KEMENDIKBUD atau pemerintah memang sudah sepakat UNAS akan dijalankan. Tapi selama ini tidak. Pelajar-pelajar ini yang tidak tahu-menahu tentang apa-apa, mereka masih polos, masih lugu, harus menelan batu segede gajah ketika tahu UNAS tetap berjalan. Tidak hanya para siswa, guru-guru pun begitu. Bahkan, ketika gue menonton televisi yang sedang membahas tentang Ujian Nasional itu sendiri, Bu Retno (guru PKN, sebagai Sekjen apa gue gak tahu) bilang jika "Keberadaan UNAS sangat merampas hak-hak siswa dan guru". Mengapa demikian? Bayangkan, kita sekolah 3 tahun untuk SMA atau SMP, dan 6 tahun untuk SD, ditentukan kelulusannya dalam jangka waktu 4 hari. Kita sekolah kurang lebih 1.080 hari dan ditentukan kelulusan hanya dengan 4 hari. WHAT THE H or F?
Bagaimana bangsa ini bisa maju, jika sistem pendidikan ini masih dipertahankan?
Baik, sebelum gue memaparkan lebih jauh lagi mengenai keluh-kesah tentang UNAS, ada baiknya jika gue mengakhiri karangan pendapat bebas yang agak jelas tapi ujung-ujungnya jelas ini. Intinya sih, UNAS itu tidak penting lah, yang penting itu pendidikan dibiarkan saja jalan dengan sendirinya tanpa UNAS dan kesusksesan datang bukan karena nilai bagus ketika UNAS itu sendiri, kan? Ambil sisi positif dari beberapa paragraf yang gue sampaikan disini.
CHEERS UP EVERYBODY!!!
0 Komentar