Serena and Sheeran: The Insecurity.

   

   Sudah setahun lamanya bagi Serena untuk tidak bertemu dengan Sheeran. Ia merindukannya, tapi sesuai dengan janji yang Ia punya, Ia akan melupakan Sheeran dengan segera. Menurutnya, sikap Sheeran selama ini memang sudah tak layak untuk diperjuangkan lagi. Ketika Serena masih berada di New York untuk melanjutkan pendidikannya, Ia jarang sekali berkomunikasi dengan Sheeran. Ia tidak tahu, apakah Sheeran sudah mendapatkan seseorang yang baru, atau Sheeran hanya ingin segalanya berakhir.
   Kali ini, Ia menginjakkan kakinya di Jakarta untuk liburan selama tiga minggu. Sudah tiga hari Ia habiskan untuk bermalas-malasan sembari menonton acara televisi di kamarnya. Sesungguhnya, itu lah salah satu cara baginya untuk melupakan Sheeran. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Semakin Ia mencoba untuk melupakan, semakin sering juga nama Sheeran tertancap di kepalanya. Ia dihantui oleh bayang-bayang Sheeran, seorang pria yang berhasil membuatnya tunduk takut dan juga lemah. 
   
***

   Siang itu Ia hanya ingin pergi ke Mall bersama Tetra, teman SMA nya. Dengan celana jeans pendek dan tank-top yang hanya dibaluti oleh cardingan ringan warna hitam, Ia pun berlagak malas-malasan. Bagaimana tidak, dibalik gayanya yang super cuek itu, Ia masih memikirkan nama Sheeran; seperti, kapan Ia akan bertemu lagi dengan Sheeran, kapan Ia akan menikmati waktunya dengan Sheeran, atau bahkan kapan Ia akan bertemu lagi dengan Mama-Papa Sheeran. Ia merindukannya, seperti Ia merindukan Sheeran. Sesimple itu, tapi susah untuk diobati.

   "Kau terlihat sedih, ada apa, Ser?" Tanya Tetra.
   "Aku hanya ingin makan ice cream." Jawab Serena santai. 
   "Bukan begitu, jika kau ada masalah, cerita lah dengan ku. Siapa tau aku bisa bantu." 
   "No, it's fine. Let's go get ice cream!" Ia pun tersenyum.

    Tapi, setelah beberapa langkah, Serena melihat seseorang yang mirip sekali dengan Sheeran (Ia melihatnya dari belakang). Ia ingin sekali memanggilnya, tapi Ia ragu. Ia melihat jika Sheeran tidak sendiri, melainkan berdua dengan seorang wanita lain. Dalam benaknya, Ia berpendapat jika wanita itu adalah salah seorang temannya. Ia pun mengajak Tetra untuk menghampiri Sheeran yang terlihat sedang menggenggam ice cream rasa cokelat, berdua dengan wanita disebelahnya.

   "Sheeran!" Serena mencoba untuk mengejuti Sheeran dari belakang.
   Sheeran terlihat panik, "Hi, Serena! Sejak kapan kau disini?" Ia terlihat gugup. Tatapan matanya bukan lah seperti tatapan matanya waktu itu.
   "Sejak tiga hari yang lalu." Serena tersenyum. Entah apa yang Ia rasa, antara cemburu namun penasaran. "Siapa dia?" Tanya Serena dengan Segera. 
   "Kenalkan, dia Saphire, tunanganku." Jawab Sheeran sembari menunduk. Entah menunduk karena malu, atau tidak enak, atau apa lah, tapi Sheeran dengan malu-malu mengakuinya.

    Pada saat itu juga, hati Serena bagaikan tersambar petir, Ia lirih. Ia ingin menangis seketika, tapi Ia tidak bisa lagi menangis, mengingat Sheeran bukanlah siapa-siapanya. Ia merasakan getaran yang membuat seluruh tubuhnya sakit seketika. Bukan sakit fisik, melainkan sakit bathin yang tak tertahankan. Tapi Ia tidak boleh lemah, Ia harus bersikap kuat didepan Sheeran.

   "Ooh.. jadi.. Saphire. Very nice to meet you, Saphire. What a great name." Ungkap Serena sembari berpura-pura senang. Ia hampir saja menitikkan air matanya. 
   "Nice to meet you too." Jawab Saphire. Penampilannya lepas, sepertinya Ia masih kuliah.
   "So, this is it, eh.." Serena terlihat salah tingkah.
   "Nice for having you back." Sheeran memeluk erat Serena. 

   Serena malah terkejut akan sikap Sheeran yang tiba-tiba memeluknya dengan erat. Di sisi lain, Ia ingin sekali untuk mengambil ice cream yang Sheeran genggam lalu menumpahkannya dengan sengaja ke wajahnya. Ia ingin berteriak, memaki, berguling-guling di lantai (jika bisa) hanya untuk bertanya: MENGAPA, TUHAN? 

   "Let's go get ice cream, then." Ajak Tetra. Sepertinya Tetra mengerti apa yang terjadi dengan sahabatnya itu.

   Baru saja beberapa langkah jauh dari Sheeran, Serena langsung mengelap kedua matanya dengan kasar. Ia tidak mengerti dari apa yang baru saja terjadi. Sewaktu Ia di New York, setiap hari, setiap siang dan malam, hanya nama Sheeran yang terucap olehnya. Berharap jika ketika pulang ke Jakarta, Ia akan bertemu dengan Sheeran dengan pengalaman yang baru yang lebih indah. Jika ini pengalaman barunya, mengapa Ia yang harus melewatinya? Sedangkan Sheeran dan Saphire senang-senang disana.

   Serena duduk dan wajahnya menunduk. Ia sudah tak tahan lagi dengan segalanya. Rambutnya yang dikuncir dilepasnya perlahan. Ia mengambil tissue di tasnya dan berharap jika Tetra akan cepat kembali dengan membawa ice cream coklat kesukaannya. 

   "Aku mengerti, Serena." Ungkap Tetra sembari menjulurkan ice cream pesanannya.
   "Aku merasa bodoh dari segalanya yang sudah ku perbuat. Aku bodoh. Aku benci!" Jawab Serena tajam. 
   "Sudahlah, kau ini selalu berlarut-larut dalam kesedihan. Sudahilah sedih mu itu. Setidaknya kau seseorang yang cantik dan penuh dengan kharisma. Dari Jakarta ke New York itu bukan jarak yang dekat. Kau pasti mempunyai banyak teman di sana, kan?"
   "Bukan begitu, Tetra.." Ia pun sedih. Ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Dari Jakarta ke New York, balik lagi ke Jakarta, balik lagi ke New York, kalau cuma dia yang buat kau senang dan nyaman, pasti susah untuk dilepas." Ucap Serena dengan suara bergetar. "Tiba-tiba aku gak mau lagi makan ice cream."
   "Kau menyebalkan jika sedang galau." Ucap Tetra. "Ser, yang namanya jodoh, ya ada di tangan Tuhan. Boleh saja mereka sudah tunangan, tapi bukan berarti jika mereka akan nikah, kan?" Tetra tersenyum sembari mengelus-elus punggung Serena.
   Serena hanya menatap lirih. "Entah lah. Aku tidak tahu apa yang harus ku perbuat. Dulu, sebelum aku balik ke New York, Sheeran sempat berkata jika.." Air matanya jatuh. Ia tidak tahan lagi dengan bayang-bayang Sheeran ketika mengatakan jika Serena lah wanita yang selama ini ditunggunya. "Itu semua bullshit."
   "Serena, mau sampai kapan pun, Sheeran tidak akan memutuskan hubungannya dengan Saphire." Jawab Tetra. "Sekarang, makan dulu ice cream nya. Setelah ini, kita bisa langsung pulang." 

   Sesampainya di rumah, Serena langsung membanting tas lalu membuka bajunya. Ia langsung mencelupkan dirinya di bath-tub seraya merasakan air hangat yang mungkin membantunya untuk merelaksasikan pikirannya. Dalam lamunannya, Ia masih teringat bagaimana Sheeran memperlakukannya dulu, bagaimana Sheeran berteriak jika Ia hanya mencintai seseorang - dan itu adalah Serena, bagaimana Sheeran melihat Serena lalu mengacak-acak rambutnya.. Ia masih teringat itu semua. Ia menangis, maskaranya luntur. Ia terlihat seperti setengah zombie dan setengah manusia. Ia merasa kehilangan separuh dari dirinya. Bagaimana tidak, setelah perjuangannya selama ini untuk mendapatkan dan mempertahankan Sheeran, Ia malah melihat sebaliknya. 
   Ia mengusap tubuhnya dengan lembut. Satu harian itu Ia habiskan hanya untuk merenungi nasib percintaannya yang selalu tidak beruntung. Rasanya, Ia ingin pergi ke New York dan menghabiskan masa liburannya disana. Ia tidak tahu harus apa. Seseorang yang dicintainya, sudah memiliki dan dimiliki oleh orang lain. Keikhlasan dan kepercayaan yang selama ini Ia tanamkan malah habis hangus terbakar begitu saja. 
   Setelah Ia merasa sedikit rileks, Ia bangun lalu membalut tubuhnya dengan selembar handuk. Ia duduk di kursi riasnya sambil memegang kertas lusuh dan pulpen berwarna biru. Biru? Karena dulu Ia pernah hampir berkelahi dengan Sheeran karena pulpen berwarna biru. Masih dalam keadaan duka, Serena menuliskan surat itu dengan air mata yang tak kunjung habis terurai.

   Dear Sheeran,
   
   Thank you for ever stood beside me.

   I still remember about that black shirt that you wore when we first met. I still remember about how you sing me lullaby when I couldn't sleep at night. I also still remember about the moment when you share you jacket when it was starting to rain. I won't simply forget, that means so much for me.
   I'm sorry, I've never showed you how brave I was to show you how grateful I was for having you. I'm sorry, that I've never ever be brave enough to tell you that I love you, or I need you. I thought you could feel the sense without me telling you. 
   Sheeran, how time flies so fast that I couldn't attend your engagement party. I like Saphire, she seems sweet. I love you Sheeran, to the moon and back. Even - back then to New York I always and always say your name in every prayer that I pray, before I go to sleep or wake up, I've never forget to do that. I love you, from our first little conversation during our biology class. I can't even forget it, until now.
   But now I know, all I see is different. You have engaged with Saphire, while I'm still here, stuck in the name of memories. I think I should leave now, because you'll never be mine. I can't say the other things, just because I'm crying hard now while writing this.

I hope you understand why. I love you, to the moon and back.

- The unspoken girl.

   Lalu serena membungkus surat itu dengan tulisan dan kertas seadanya. Ia menyelipkan surat tersebut di bawah pintu rumah Sheeran, berharap jika Sheeran yang akan mengambil dan membacanya. Serena terlalu sedih untuk menjalani liburannya sejak Ia di Jakarta. Harapan awalnya Ia ingin kembali bersama Sheeran, malah sebaliknya yang Ia dapat. Dari situ lah Ia belajar jika seharusnya tidak ada ekspetasi apapun untuk Sheraan. Ia menyesal jika selama ini sudah mengharapkan Sheeran, tapi tidak pernah menyesal untuk pernah jatuh cinta terhadapnya. 

***

   Ketika Sheeran baru saja bangun tidur dan bermaksud untuk mengangkat telepon yang berdering dari ruang tamunya, Ia malah menemukan selembar kertas lusuh yang terletak dibawah pintu rumahnya. Ia mulai membuka surat itu lalu membacanya perlahan. Jantungnya berdetak kencang, seakan-akan Ia tahu siapa penulis surat itu. Ia pun menjadi sedih seketika. 

   "Are you the 'the unspoken girl?' " Ucap Sheeran dengan suara lemah di telepon.

   Serena baru bangun tidur, dan masih kurang sadar dengan apa yang sudah Ia perbuat semalam. Biusan obat yang Ia minum cukup parah.

   "Who's this?" Jawab Serena.
   "Sheeran. This is Sheeran." Ucap Sheeran. "Serena, apakah kau yang..."
   "Iya, Sheeran. Aku menulis surat itu." Jawab Serena lantang. Ia tidak sadar dengan apa yang sedang diperbuatnya sekarang. "Jadi kau mau apa, huh? Kau urus saja Saphire. Lupakan lah aku. Aku memang tidak baik untukmu. Aku bukan lah wanita yang baik untukmu." Dengan kesadaran yang mulai meningkat, suara Serena pun bergetar. 
   "Serena.. Aku.. Aku.. Maaf kan aku.." Hanya itu yang keluar dari mulut Sheeran. "Aku sudah melakukan ini semua dan aku pikir aku lah yang munafik!" Ia berseru. "Bisakah kita bertemu?"
   "Maaf, tidak. Aku tidak ingin merebut, atau merusak hubungan orang." 

   Telepon pun terputus. 

   Dengan secepat kilat Sheeran pergi ke rumah Serena lalu menunggu didepan rumahnya. Serena nampaknya enggan untuk bertemu dengan Sheeran lagi. Yang ada, Serena malah melihat Sheeran dari jendela kamarnya. Ia tidak tega, tapi hatinya sudah dipenuhi oleh kebencian. Ya, hanya kebencian yang Ia punya.

   "Serena, aku hanya ingin bertemu. Please, sekali lagi." Pesan teks yang ditujukan oleh Sheeran berhasil membuat Serena keluar dari rumahnya dan bertemu dengan Sheeran.

   "Maafkan aku, aku sudah memutuskan hal yang cukup bodoh. Maafkan aku, Serena. I love you, to the moon and back." Ungkapnya.

   Serena masih terdiam dan kaku.
  
   "Pertunangan itu... adalah satu hal yang harus aku jalani karena kepergianmu ke New York." Sheeran menatap Serena tegas. "Kau melanjutkan pendidikan mu ke sana bukan dalam waktu satu minggu atau dua minggu, tapi empat tahun, Serena! Bayangkan lah!"
   "Jika kau memang betul-betul mencintaiku apa adanya, jarak itu bukan lah satu-satunya penghalang." 
   "Aku tidak bisa hidup tanpa mu. Aku tidak bisa selalu menjalani hari-hariku tanpa ada yang menemaniku. Sedangkan kau, jauh disana." Ungkap Sheeran. "Aku merasa dekat denganmu jika aku melihat Saphire. Aku memang bertunangan dengannya, tapi selama ini... aku menganggap Saphire sebagai dirimu. Yang hadir, dalam hidupku." Sheeran meraih tangan Serena.
    "Maaf, Sheeran. Aku tidak bisa. Cukup."
   "Untuk apa kau menulis surat itu jika kau pikir ini semua cukup? Untuk memastikan siapa yang selama ini aku cintai? Kau sudah tahu jawabannya, mengapa kau bertanya lagi, huh?" 
   
   Serena mengambil napas. Dengan semampunya Ia harap, agar tidak menitikkan air matanya lagi. Ia terlalu sedih untuk melepas Sheeran - pria yang Ia sayang - untuk menjadi orang lain, tapi Ia juga tidak ingin disamakan oleh Saphire. Ia masih menyayangi Sheeran, sebetulnya. Tapi Ia hanya ingin untuk pergi dari ini semua,

   "I love you, to the moon and back." Sheeran mencium kening Serena.
   "I.. can't.. do that." Serena memeluk erat tubuh Sheeran. 
   "I love you, Serena.. I'm sorry.."
   "I can't do this, please." Serena menarik jauh tubuhnya dari Sheeran.

   Tiba-tiba saja, dengan baju tidur yang dibaluti oleh kimono tebal, Saphire datang menghampiri Serena dan Sheeran. Ia tahu apa yang harus Ia lakukan - yaitu membuat hubungan mereka membaik. 

   "Sheeran, kau tidak usah berpura-pura untuk jatuh cinta kepadaku. Aku bisa merasakannya jika perasaan itu belum sepenuhnya tumbuh dari hatimu. Aku bisa merasakannya, Sheeran."
    "Saphire..?" Serena dan Sheeran terkejut.
   "It's okay. You can try this on." Saphire melepaskan cincin yang bertaburan bintik-bintik permata dari tangannya lalu memasangnya pada jari manis Serena. 
   "You don't have to." Ungkap Serena lembut.
   "No, I should do this." Saphire tersenyum. "I'm gonna pack my bag and probably leave tonight. Keep her safe." Hanya itu lah kata-kata terakhir dari Saphire sebelum akhirnya Ia pergi. 
   
   Dengan perginya Saphire dan kembalinya Sheeran dalam kehidupan Serena, Ia merasa segalanya kembali seperti semula. Ia memang egois, untuk mengambil balik pria yang semestinya punya orang lain. Tapi hanya itu lah satu-satunya pilihan disaat Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa di kehidupan ini. Hubungan antara Serena dan keluarganya bukanlah hal yang harus dibanggakan, oleh karena itu Ia mencoba untuk mencintai seseorang dari lunuk hatinya terdalam.

   "To the moon and back." Sheeran mengecup kening Serena.
   "I love you, to the moon and back." Serena mengecup tangan Sheeran.

(farrah's copyright) 

Posting Komentar

0 Komentar